PELAKSANAAN KONSEP STRATEGI DAN
TEKNIS DALAM PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN DI INDONESIA
Menurut saya pelaksanaan dari
kedua konsep tersebut dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia masih belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak pihak pihak yang hanya mau mengambil
untung tanpa memikirkan kelanjutan dari apa yang mereka lakukan, ditambah
dengan kurangnya pengawasan dari pihak pihak yang berwenang dalam melakukan
kontroling kepada pihak pihak yang memanfaatkan Sumber Daya Alam di Indonesia
secara langsung, jadi mereka dengan leluasa melakukan eksplorasi Sumber Daya
Alam tanpa memperdulikan lagi kondisi lingkungan di sekitar. Jika ditinjau dari
aspek strategi, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai beberapa strategi yang
sudah sangat bagus dalam pengelolaan lingkungan namun kembali lagi ke
pelaksanaan di lapangan yang kurang memperhatikan aspek tersebut. Di bawah ini
adalah suatu contoh kecil mengenai pengelolaan kualitas lingkungan di
Indonesia.
“Idealnya setiap kegiatan
industri berusaha untuk mencegah pencemaran sebelum pencemaran itu terjadi.
Oleh sebab itu strategi end-of-pipe treatment sudah tidak tepat lagi dan
harus beralih pada strategi Pollution Prevention.
Pengolahan limbah memerlukan
biaya tambahan yang cukup besar, sehingga faktor biaya tersebut merupakan
kendala bagi industri dalam melakukan pengelolaan limbah, khususnya bagi
industri-industri skala kecil dan mencegah. Permasalahan inilah yang
menyebabkan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan yang kondisinya akan
semakin parah bila dibarengi dengan lemahnya penegakan hukum.
Bila kita melakukan kebijakan
lingkungan hanya sebatas pada pendekatan daya dukung lingkungan dan pengolahan
akhir pipa, maka kondisi lingkungan kita akan semakin parah sehingga
memungkinkan timbulnya bencana alam yang dapat mengancam keselamatan dan
kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Oleh karena pencemaran dan
perusakan lingkungan saat ini telah mengancam kesehatan dan keselamatan
manusia, maka masalah ini merupakan masalah global yang harus menjadi tanggung
jawab bersama. Setiap negara dituntut untuk melakukan minimisasi dan mencegah
pencemaran/perusakan lingkungan. Bahkan fenomena ini menjadikan faktor
lingkungan sebagai barriers to trade dalam sistem perdagangan international.
Lingkungan sebagai barriers
to trade dilaksanakan dengan cara menerapkan berbagai macam standar, baik
itu standar international (ISO, Ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer
requirement). Pemberlakuan standar lingkungan pada suatu produk/jasa
mengakibatkan pasar yang ketat sehingga menjadi tantangan yang harus dihadapi
oleh para pelaku industri.
Oleh karena itu kita harus dapat
menempatkan aspek lingkungan hidup menjadi bagian integral dari suatu kegiatan
industri, sehingga masalah lingkungan bukan lagi menjadi bagian terpisah dari
kegiatan industri yang memerlukan biaya tambahan.
Konsep end-of-pipe treatment
Konsep end-of-pipe treatment
menitik beratkan pada pengolahan dan pembuangan limbah. Konsep ini pada
kenyataannya tidak dapat sepenuhnya memecahkan permasalahan lingkungan yang
ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus berlangsung. Hal ini
disebabkan karena dalam prakteknya pelaksanaan konsep ini menimbulkan banyak
kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah peraturan perundangan, masih
rendahnya compliance atau pentaatan dan penegakan hukum, masalah
pembiayaan serta masih rendahnya tingkat kesadaran.
Kendala lain yang dihadapi oleh
pendekatan end-of-pipe treatment adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan ini bersifat
reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk.
2. Tidak efektif dalam
memecahkan permasalahan lingkungan, karena pengolahan limbah cair, padat atau
gas memiliki resiko pindahnya polutan dari satu media ke media lingkungan
lainnya, dimana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama gawatnya, atau
berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media yang sama.
3. Biaya investasi dan operasi
tinggi, karena pengolahan limbah memerlukan biaya tambahan pada proses
produksi, sehingga biaya persatuan produk naik. Hal ini menyebabkan para
pengusaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbah yang telah
dimilikinya.
4. Pendekatan pengendalian
pencemaran memerlukan berbagai perangkat peraturan, selain menuntut tersedianya
biaya dan sumber daya manusia yang handal dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum. Lemahnya kontrol
sosial, terbatasnya sarana dan prasarana serta kurangnya jumlah dan kemampuan
tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan.
Oleh karena banyaknya kendala
yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini sehingga konsep ini bukan cara yang
efektif dalam mengelola lingkungan, maka strategi pengelolaan lingkungan telah
dirubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah dan
memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta
memberikan keuntungan baik finansial maupun non finansial.
Konsep Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan suatu
strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan
secara kontinu pada proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan
eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan.
Produksi Bersih (cleaner
production) bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah
atau bahan pencemar lingkungan diseluruh tahapan proses produksi. Disamping
itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi diseluruh tahapan produksi.
Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat
lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat,
produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama meminimisasi terbentuknya
limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup dan kedua adalah
efisiensi dalam proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Prinsip-prinsip pokok dalam
strategi produksi bersih adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi dan meminimisasi
penggunaan bahan baku, air dan pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta
mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dan atau
mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta
resikonya terhadap manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi
dan konsumsi, berlaku balk pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga
harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih ini
tidak akan berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap
dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun
kalangan dunia usaha. Selain itu pula perlu diterapkan pola manajemen di
kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek
lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi
akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.
5. Pelaksanaan program produksi
bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri (self regulation)
dari pada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan
program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja,
tetapi lebih didasarkan kesadaran utuk merubah sikap dan tingkah laku.
Prinsip-prinsip dalam produksi
bersih diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang dikenal sebagai 4R, meliputi:
· Reuse, atau
penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah dapat
digunakan kembali tanpa mengalami perlakukan fisika/kimia/biologi.
· Reduction, atau
pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat mengurangi atau
mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi misalnya substitusi bahan baku yang
ber B3 dengan B9 segregasi tiada.
· Recovery, adalah
teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan
fisika/kimia/biologi.
· Recycling, atau
daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan
memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan
fisika/kimia/biologi.
Prinsip 4R yang saat ini telah
dikembangkan, aplikasikasinya akan lebih efektif apabila didahului dengan
prinsip Rethink. Prinsip ini adalah suatu konsep pemikiran yang harus
dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi.
Kebijakan Produksi Bersih
Dalam kaitannya dengan penerapan
produksi bersih, guna mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan,
pemerintah mempunyai kebijakan antara lain:
1. Mempromosikan program
produksi bersih agar semua pihak terkait mempunyai persepsi yang sama, sehingga
dapat dicapai suatu konsensus yang dinyatakan dalam Komitmen Nasional dalam
penerapan strategi produksi bersih di Indonesia.
2. Menganjurkan pelaksanaan
produksi bersih termasuk berbagai perangkat manajemen lingkungan, seperti audit
lingkungan, sistem manajemen lingkungan (ISO 14001), evaluasi kinerja
lingkungan, ekolabel dan produktivitas ramah lingkungan (green productivity)
di Indonesia.
3. Mengkaji kembali kebijakan
dan program nasional dalam pengelolaan lingkungan untuk mengantisipasi
diberlakukannya kebijaksanaan lingkungan yang bersifat global.
4. Mengantisipasi diberlakukannya
standar-standar internasional di bidang lingkungan dengan ikut aktif dalam
keanggotaan ISO/ TC 207 agar Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan
negara-negara maju yang ingin memberlakukan standar-standar lingkungan seperti
Sistem Manajemen Lingkungan (SML), Ekolabel maupun ketentuan lainya di bidang
lingkungan secara internasional.
5. Menumbuhkan dan meningkatkan
partisipasi aktif semua pihak dalam implementasi produksi bersih dan semua
perangkat manajemen lingkungan yang diperlukan berdasarkan prinsip kemitraan.
6. Melaksanakan pembinaan teknis
dengan cara memberikan bantuan tenaga ahli, melaksanakan proyek-proyek
percontohan serta menyebarluaskan informasi mengenai teknologi bersih melalui
seminar, penyuluhan, website, pendidikan dan latihan.
Upaya-upaya yang dilaksanakan
pemerintah adalah dengan mengembangkan kebijaksanaan yang kondusif bagi
penerapan produksi bersih disamping selalu melakukan upaya peningkatan
kesadaran masyarakat mengenai konsep produksi bersih, misalnya melalui jalur
pendidikan dan pelatihan, melaksanakan proyek-proyek percontohan (demonstration
project) serta penyebarluasan informasi melalui seminar, penyuluhan dan
kegiatan lainnya yang berkaitan dengan produksi bersih.
Partisipasi masyarakat sebagai
konsumen misalnya dapat dilakukan dengan cara hanya membeli barang atau produk
yang akrab lingkungan (environmentally products) disamping mendorong dan
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan program efisiensi, daur ulang, dll.
Peranan LSM dan lembaga-lembaga
penelitian di berbagai instansi dan perguruan tinggi menjadi sangat penting di
dalam menyebarluaskan informasi mengenai produk akrab lingkungan. Di sisi lain
partisipasi masyarakat akan mendorong dunia usaha untuk terus berinovasi dalam
menghasilkan produk yang akrab lingkungan.
Saat ini para pelaku usaha sudah
mulai menerapkan strategi produksi bersih di dalam pengembangan bisnisnya
karena dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
· Meningkatkan daya saing
dan kegiatan usahanya juga dapat berkelanjutan, mengingat semakin besarnya
peranan lingkungan hidup dalam kebijakan perdagangan internasional.
· Dengan mempertimbangkan
aspek lingkungan dalam setiap kegiatan proses produksi secara berkesinambungan
maka perusahaan memperoleh keuntungan ekonomis dengan adanya peningkatan efektifitas
dan efisiensi di segala aspek.
· Dengan menjalankan
strategi produksi bersih perusahaan dapat menurunkan biaya produksi dan biaya
pengolahan limbah serta sekaligus mengurangi terjadinya kerusakan dan
pencemaran lingkungan.
Strategi produksi bersih
merupakan metode kunci untuk mengharmonisasikan kepentingan ekonomi dan
pemeliharaan lingkungan. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar